top of page

Kota Indonesia Saat Ini

      DENPASAR – Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menilai pengembangan penataan kotakota di Indonesia saat ini perlu segera dibenahi.Alasannya kondisi kota-kota di Indonesia saat ini makin tidak nyaman akibat laju urbanisasi yang tidak terkendali.
      ”Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kota saat ini sudah melebihi kapasitas infrastruktur, peluang, dan daya dukung lingkungan,” ujar Menteri PU Djoko Kirmanto di Sanur,Bali,kemarin. Saat membuka seminar nasional bertajuk ”Identitas Kota-Kota Masa Depan di Indonesia” Djoko mengungkapkan, data terakhir 2008 menunjukkan lebih dari 50% penduduk Indonesia telah tinggal di kawasan perkotaan. Diperkirakan pada 2025 jumlah itu meningkat menjadi dua kali lipatnya. ”Bila tidak segera dibenahi,maka 2025 kota-kota di Indonesia akan semrawut dan kalah dengan pengembangan sistem perkotaan di berbagai negara di dunia,”katanya.

       Pada 2008,mayoritas 6,6 miliar penduduk dunia tinggal di kota besar maupun kota kecil dan melebihi penduduk yang tinggal di desa. Kondisi ini akan terus berlanjut selama beberapa tahun.”Pada 2030 seluruh pertambahan penduduk dunia, yang diperkirakan mencapai 1,5 miliar, berasal dari kawasan perkotaan,”urainya. Kondisi itu,lanjut Djoko,berakibat pada semakin turunnya kualitas lingkungan hidup dan tingkat kenyamanan perkotaan.Dalam kurunwaktu30tahunterakhir proporsi luasan ruang terbuka hijau di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan telah berkurang dari 35% pada awal 1970-an menjadi kurang dari 10% pada saat ini.
      Ruang terbuka itu telahdikonversimenjadipusatperdagangan serta kawasan pemukiman. Ketikajumlahpendudukmelebihi kapasitas infrastruktur dandaya dukunglingkungan,maka kualitas kehidupan perkotaan dengan cepat akan menurun yangditandaidenganmunculnya pemukiman kumuh,polusi udara, kemacetanlalulintas,sertapeningkatan konsumsi energi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, Djoko menyebut kota akan berada dalam situasi urban paradox, yakni di satu sisi kawasan perkotaan merupakan motor penggerak ekonomi, tapi di sisi lain menjadi pusat kemiskinan, ketidaksetaraan dan pengangguran. “Ini dan harus segera dicarikan antisipasinya,” imbuh dia.

  “Perwujudan kota yang kompak akan meningkatkan efisiensi baik dari sisi penggunaan lahan, penyediaan prasarana,maupun penyediaan energi,”katanya. Sementara itu, dari hasil penelitian mengenai kota-kota yang paling nyaman dihuni di Indonesia yang dilakukan Ikatan Ahli Perencana (IAP) diketahui bahwa Yogyakarta merupakan kota ternyaman dibanding 11 kota besar lain. Indeks yang dicapai Kota Gudeg itu adalah 65,34 (nilai tertinggi 100,yakni sangat nyaman) disusul Manado 59,90; Makassar 56,52; Bandung 56,37; Jayapura 53,13; Surabaya 53,13, Banjarmasin 52,61; Semarang 52,52; Medan 52,28; Palangkaraya 52,04; Jakarta 51,9; dan Pontianak 43,65.

      Sekretaris Jenderal IAP Bernandus R Djonoputro menjelaskan, dari hasil survei di 12 kota besar tersebut hanya warga Yogyakarta yang sebagian besar merasa nyaman tinggal di kotanya. Meski begitu, kenyamanan tersebut lebih banyak didukung faktor budaya yang lembut,sopan,dan ramah. Warga DKI Jakarta, lanjutnya, tidak merasa nyaman karena faktor pelayanan angkutan umum,terutama soal kualitas, kurangnya fasilitas untuk wanita hamil dan orang cacat, kebersihan lingkungan, penataan kota yang buruk, kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) dan paling tinggi adalah keluhan kesediaan lapangan kerja.

sumber :

(miftachul chusna/ nurul huda)
http://www.facebook.com/topic.php?uid=213141973603&topic=10856

 

bottom of page